Sabtu, 30 November 2013

Makanan di Hutan yang Bisa Dimakan


Hutan secara alami menyimpan banyak sumber makanan yang melimpah. Hal ini tentu akan berguna apabila membutuhkan asupan  gizi darurat seperti saat tersesat di hutan atau semacamnya. Berikut merupakan makanan yang dapat dikonsumsi di hutan.
                Pertama adalah larva kumbang.  Biasanya larva ini hidup di dalam kayu yang membusuk. Mereka bisa disantap langsung. Namun bila jijik, silakan dibakar di atas kayu bakar.
                Kedua adalah burung. Semua jenis burung bisa dimakan. Bisa dimasak dengan cara  membakarnya di atas api unggun sebelum dimakan. Tapi ada satu hal yang perlu diperhatikan. Jangan pernah memakan burung pemakan bangkai, seperti burung nasar karena rasanya tidak enak.
                Ketiga adalah rayap. Serangga yang biasa ditemukan di kayu ini bisa dimakan. Rasanya seperti selai kacang. Rayap juga menjadi pilihan makanan yang baik karena mengandung protein yang cukup tinggi.
                Keempat adalah katak.  Biasanya bagian yang diambil adalah kaki karena memiliki daging yang tebal. Namun, ada hal yang penting diingat sebelum menyantap katak. Jangan lupa untuk menguliti tubuhnya sebelum dimakan.
               Kadal dan ular juga bisa menjadi pilihan. Kaki belakang dan ekor kadal adalah bagian terbaik untuk dimakan. Namun, jika ingin memakan ular, sebaiknya segera potong kepalanya setelah dimatikan karena inilah bagian paling berbahaya.
                Jangkrik serta belalang juga merupakan opsi yang bisa dipilih. Jangkrik dan belalang adalah cemilan di beberapa negara di dunia, seperti Thailand. Bahkan, warga Gunung Kidul di Yogyakarta pun menjadikan belalang sebagai salah satu bahan makanan.
                Semut.  Selain jangkrik dan belalang, serangga lain yang bisa Anda jadikan bahan makan adalah semut. Di Thailand, semut adalah salah satu makanan yang dianggap paling lezat. Kumpulkan semut yang ada di hutan, kemudian bakar atau pun goreng di atas wadah.

               

Minggu, 30 Juni 2013

Doubt


Doubt
Bleach © Kubo Tite fan fiction
Warning: OOC, typo, mention of Bleach 530 and 531, spekulasi sotoy
.
.
Turning Tables – Adele
.
.
                Kota Karakura, 4 Juni, pukul 20.45.
                Hujan terus mengguyur kota kecil yang permai itu. Butiran air dari angkasa terus berjatuhan sejak matahari menyembunyikan tubuh benderangnya di balik garis horizon. Awan kelabu menyelimuti langit biru yang seharusnya menampakkan diri sepanjang hari ini—sepertinya baru kali ini prakiraan cuaca televisi meleset perhitungannya.
                Di pinggiran kota, berdirilah sebuah rumah. Bukan rumah urban seperti di daerah Minamikawase atau yang berada di pusat kota. Namun sebuah rumah peninggalan zaman Meiji. Pagar besi gelap menjulang tajam di puncaknya, membentengi rumah bergaya Victoria itu yang berdiri angkuh memamerkan kejayaan masanya. Penerangan minim di sekitar kediaman di sana menambah suasana angker dan soliter. Tak lupa, di gerbang utama terpampang besar plat nama pemilik rumah mewah itu, ‘ISHIDA’.
                Semua jendela di rumah itu tertutup oleh tirai beludru yang tebal, kecuali satu. Sebuah lampu meja menyala dari balik jendela lebar itu. Sinar lampu itu tidak menerangi keseluruhan ruangan, tetapi bisa disimpulkan bahwa ruangan itu bernama kamar tidur. Sebuah tempat tidur king-sized diduduki oleh seorang gadis yang sedang membenamkan wajahnya ke guling putih yang ia peluk. Kedua kakinya dia rapatkan ke tubuhnya.
                Bila disimak baik-baik, deru napas pendek keluar dari bibir gadis itu. Sekujur tubuhnya gemetar hebat. Di kejauhan sana, sebuah petir terdengar nyaring membuat sang gadis terlonjak kaget dari tempat duduknya.
                Seharusnya hari ini kota Karakura tidak hujan. Pagi tadi, pembawa acara TV dengan ceria telah memberitahukan para pemirsa bahwa cuaca Karakura sangat cerah sehingga  tak perlu repot menenteng payung ke mana-mana. Namun, ketika pelayan keluarga Ishida, Katagiri, memanggil sang gadis untuk turun karena makan malam sudah siap, hujan pun tumpah ruah membasahi Bumi.
                “Oh, hujan,” gumam Katagiri sambil membukakan pintu menuju ruang makan untuk Masaki. Dentuman air bertemu tanah terdengar riuh di halaman rumah. Seketika, tubuh Masaki menegang.
                Merasakan ketidaknyamanan sang gadis Quincy, Katagiri bertanya, “Masaki-sama? Anda baik-baik saja?”
                “Ah,” suara Masaki sedikit pecah tetapi berhasil ia kontrol, “tidak apa-apa, Katagiri. Aku hanya kelaparan.”
                Katagiri mengembangkan senyum sopan, “Hari ini saya memasak gelatin udang untuk makan malam. Semoga Anda tidak keberatan.”
                “Tidak, tidak, aku tidak keberatan,” Masaki memberi senyum ceria. Dia selalu menyukai masakan Katagiri yang enak-enak.  Meski yang pelayan itu masak selalu masakan Barat, Masaki tak pernah keberatan. Masakan buatan Katagiri selalu berhasil mencerahkan suasana hatinya.
                Tak lama kemudian, Masaki menikmati makan malamnya bersama Bibi Ishida. Suasana ruang makan itu terasa berat. Keberadaan Bibi Ishida selalu membuat Masaki lebih mawas diri. Dia harus duduk lebih tegak, mengusahakan kedua sikunya tidak menyentuh meja, serta dengan hati-hati memotong daging gelatin tanpa suara.
                Lagi pula, dia harus membuktikan pada Bibi bahwa dirinya layak menjadi seorang pengantin Quincy. Tangannya pun langsung sibuk merapikan kerutan rok sailor fuku-nya
                Guyuran hujan yang semakin berat tidak memperbaiki atmosfir di antara mereka. Bulu kuduk Masaki mulai berdiri. Setiap gerakan tubuhnya terasa kaku.
                “Bagaimana sekolahmu, Masaki-san?” Bibi Ishida angkat bicara. Seperti biasa, formal dan kaku pada calon menantunya.
                “Oh, itu, emm,” Masaki memutar otak mencari kata-kata yang tepat. “ Oh iya! Aku baru sadar kalau murid di sekolah bisa menambah sayur kubis dan acar saat makan siang!” Bodoh kau, rutuk si gadis dalam hati. Mengapa malah itu yang keluar?
                Bibi Ishida mengangguk, “Begitu. Lalu, bagaimana dengan pelatihanmu?” Ini jelas pertanyaan yang sedari tadi wanita itu ingin tanyakan.
                Temperatur ruangan mulai menurun beberapa derajat. Pertanyaan itu membuat Masaki salah tingkah. Bibi tidak akan senang mendengar jawabannya.
                “Pelatihan, yah, aku sudah bisa,” dalam setiap kata suara Masaki terus mengecil. “Sedikit,” tambahnya. Dalam hati ia menghitung. Satu, dua, tiga…
                “SEDIKIT!” Bibi Ishida tiba-tiba berdiri sambil memukul meja makan, membuat peralatan makan ikut bergetar. Masaki langsung melorot dalam kursinya.
                “Sadarkah kau berada di mana posisimu sekarang?!” nada bicara wanita itu meninggi. “Orang tuamu sudah tidak ada dan kau adalah anak tunggal! Seharusnya kau sadar posisimu sebagai pewaris keluarga Kurosaki, pewaris kekuatan Quincy di keluargamu!”
                Amarah Nyonya Ishida telah meledak dan Masaki harus mencari cara untuk mengganti topik pembicaraan. Mengapa hari ini cepat sekali berubah menjadi bencana?
                Cepat-cepat, pewaris Kurosaki itu memasang tampang polos, “Ya, aku tahu itu. Ngomong-ngomong, gelatinnya enak sekali.” Batinnya menjerit-menjerit: salah lagi!
                Sepertinya omelan Bibi Ishida tidak akan berhenti andaikan putranya, Ryuuken, tidak menegurnya. “Ibu, hentikan. Aku bisa mendengar suara Ibu dari luar.”
                Masaki menyaksikan ibu-anak itu saling berinteraksi. Begitu dingin dan kaku, kontras sekali dengan keluarganya dulu.
                Setelah Bibi keluar dari ruang makan, si gadis langsung menata diri lagi. Dia harus tetap ceria di depan Ryuuken, calon suaminya. Bicara soal Ryuuken, hari ini dia terlihat santai dengan sweater serta kemeja kotak-kotak.
                Ryuuken melempar senyum pahit, “Maafkan ibuku, Masaki. Beliau hanya melampiaskan stresnya padamu.”
                Lebih dari itu, Ryuu-chan, batin Masaki berkomentar. “Kamu ini bicara apa, Ryuu-chan? Itu semua bukan masalah bagiku. Aku baik-baik saja, kok!” si gadis menyelipkan intonasi ceria dalam setiap kata, meyakinkan tunangannya. Ryuuken tetap diam menanggapi keceriaan tunangannya.
                Aku harus keluar dari sini. “Terima kasih untuk makan malamnya! Ngomong-ngomong, gelatin udangnya enak banget! Nyesel kalau nggak dimakan. Kalau kamu nggak mau  berikan saja padaku, ok!” Dengan itu, Masaki berlari kecil menuju kamarnya. Satu-satunya tempat  dimana ia bisa tenang dan menumpahkan perasaannya.
                Kombinasi hujan dan omelan Bibi benar-benar sudah menyenggol batas kesabarannya. Setibanya di kamar tidurnya yang luas, dia langsung memeluk guling kesayangannya dan menangis.
xxxxxx
                Di dunia yang tak mengenal humanitas ini, Masaki telah belajar menjadi seorang aktris. Agar musuh tidak dapat menerka suasana hatinya. Kecuali dalam situasi ini, supaya tunangannya tidak mengkhawatirkannya.
                Masaki sadar tanggung jawabnya sebagai Quincy. Sebagai anak satu-satunya dari keluarga Kurosaki yang nyaris punah. Sebagai seorang perempuan yang berkewajiban meneruskan darah murni Quincy mulia kepada anak-anaknya. Terkadang semua itu membebaninya. Tetapi ia seorang aktris yang piawai. Masaki pandai menyembunyikan perasaannya.
                Guntur yang melolong serta ledakan petir yang merintih membuat Masaki selalu ingat sebuah waktu di sudut memorinya. Di tengah hujan, ketika keluarganya dibantai oleh segerombolan musuh. Musuh dalam pakaian serba hitam dan sebilah pedang. Musuh yang menamai diri mereka sebagai Shinigami. Musuh bebuyutan Quincy karena alasan yang menggelikan.
                Sebenarnya, nasib Masaki cukup beruntung. Dia dibesarkan dalam keluarga Quincy yang moderat dan berpikiran maju. Keluarganya tak pernah memandang Shinigami sebagai musuh dalam pertarungan, malah sebagai rekan kerja yang masih belum mencapai kata sepakat. Mengingat sesungguhnya tujuan hidup mereka itu sama, yaitu untuk membasmi hollow. Namun, teknik pembasmian yang berbeda di antara dua kelompok itu yang membuat mereka berselisih paham hingga menimbulkan pertumpahan darah ratusan tahun yang lalu. Jika dipikirkan secara objektif, segalanya terasa sangat kekanak-kanakkan.
                Tapi siapa yang mau mendengar pendapat seorang gadis kemarin sore seperti dirinya? Tidak ada. Kecuali Ishida Souken dan mendiang ayahnya.
                Mungkin karena persamaan sudut pandang kedua pria itu, mereka menjalin hubungan persahabatan yang erat. Hal itu membuat sang ayah mempercayakan dirinya kepada keluarga Ishida, yang mungkin mengira bahwa persamaan visi misi ini akan mengantarkan pada sebuah pernikahan yang menguntungkan kedua belah pihak.
                Sangat sulit untuk menemukan keluarga sesama darah murni pada saat ini. Nyaris kakek buyut mereka dibantai pada masa perang berdarah dua ratus tahun silam. Mereka yang tersisa segera bersembunyi dari pengawasan ketat agen-agen Shinigami dan mengamankan diri dengan berbagai cara, salah satunya melalui pernikahan. Demi menghasilkan keturunan yang secara fisik dan spiritual mampu menjadi Quincy—serta mampu mewarisinya kelak—pernikahan antar Quincy tidaklah main-main. Bila sebuah keluarga Quincy berdarah murni tak punya pilihan lagi, mereka takkan segan-segan menjodohkan anak mereka dengan keponakan mereka, hanya untuk mempertahankan kesucian darah mereka. Luar biasa.
                Sungguh beruntung Masaki bertemu dengan Ishida Souken dan putra semata wayangnya, Ryuuken. Mereka menyambutnya dengan hangat. Souken memperlakukan Masaki seperti putrinya sendiri. Ryuuken pun selalu menjaganya bagaikan seorang kakak lelaki yang protektif terhadap adik perempuannya.
                Hanya sang nyonya rumah yang tidak mau bersusah payah menyembunyikan ketidaksukaannya terhadap Masaki. Baginya, Masaki hanyalah calon istri penerus keluarga Ishida yang harus memberikan keturunan dan menegakkan prinsip kuno Quincy pada generasi selanjutnya.
                Hujan di luar mulai reda. Masaki pun mengangkat wajahnya dan menghembuskan napas. Tiba-tiba, ia merasakan dua gelombang reiatsu masif saling bertabrakan dengan hebatnya, seakan-akan keduanya tenggelam dalam pertarungan panas. Indera Masaki mendeteksi salah satu pemilik reiatsu itu adalah Shinigami.
                Mendadak dilema menyelimuti hatinya. Gadis Kurosaki itu masih mengingat salah satu pesan ayahnya, ‘Jangan pernah kamu membenci Shinigami. Aku mengerti mengapa kaum kita ingin membalas dendam kematian leluhur kita. Tapi, balas dendam hanya akan menimbulkan akar balas dendam yang baru. Kamu harus menahannya.’
                Haruskah ia menyelamatkan Shinigami itu? Reiatsu Shinigami tak bernama ini terasa intens dan kuat, pasti dia selevel para kapten Soul Society. Tetapi lawannya juga tak kalah hebat. Hollow ini bukan berasal dari level ikan teri.
                Masaki menolehkan kepalanya mengarah ke jendela, mata hazel-nya terfokus pada dua makhluk halus di luar sana. Kebetulan hujan tidak terlalu deras sekarang. Dia bisa pergi keluar, mungkin menyelinap lewat jendela. Tidak bisa, Masaki menggelengkan kepalanya menepis jauh-jauh ide konyol itu. Para pelayan bisa tahu kalau nona besar mereka melarikan diri entah kemana. Pelayan rumah Ishida bukan pelayan biasa, mereka Quincy berdarah campuran.
                Separuh hati Masaki berteriak untuk membiarkan mereka bertarung. Tentu saja Masaki tahu mengapa. Keluarga Kurosaki dibantai kelompok Shinigami dalam  pembasmian  gelombang kedua, sebuah genosida yang bertujuan untuk memusnahkan lalat kecil tak berguna yang bernama Quincy yang masih tersisa. Seharusnya gadis itu duduk diam di kamarnya, sebagai sikap bahwa dirinya membela Quincy, membela keluarga Ishida. Namun, idealisme kecil di benaknya terus memberontak bahwa yang ayahnya pernah katakan itu benar. Bahwa hal itu mampu menjadi kunci perseteruan ini berakhir.
                Persetan dengan protokol, langsung saja Kurosaki Masaki membuka pintu dan berlari menuju dua makhluk halus itu bertarung. Semoga saja Shinigami itu baik-baik saja.
Dan semoga aku tidak terluka dalam aksi impulsifku ini. Kalau pun terluka, jangan sampai membuat Ryuu-chan cerewet seperti ibu-ibu.

Kindness


Kindness
a Kimi Ni Todoke © Shiina Karuho fan fiction
Warning: Canon, OOC, typo, nggak tepat sasaran
.
.
                Semua orang tahu, Yano Ayane itu cantik. Tipe kecantikan langka SMA Kitahiro. Dimana gadis-gadis mengenakan make-up untuk memikat hati kaum lelaki, Ayane tidak perlu bersusah payah melakukannya. Ya, ia memang memakai make-up, tapi menurut orang banyak tanpa aplikasi tambahan itu dia sudah cukup cantik. Bibir tebal dan iris coklat yang berhiaskan bulu mata tebal. Sungguh modal yang cukup untuk membuat lelaki kepincut.
                Mengenakan beberapa anting-anting di sudut telinga, merupakan ciri khas sang gadis bersurai oranye coklat. Ayane tahu, keputusan untuk mengenakan aksesori itu membuat banyak gunjingan di antara teman-teman di kelas, terutama dari kaum hawa. Di lingkungannya, gadis yang berdandan dengan anting-anting yang banyak selalu diberi label “gadis panggilan”.
Tapi, baginya itu bukan masalah. Menjadi anak alim bukanlah tujuan utamanya bersekolah di sini. Lagipula, suka tidak suka, gosip tentang dirinya yang sering berkencan dengan lelaki yang bertaut umur jauh darinya memang benar. Lalu, apa gunanya mengklarifikasi? Rumor tersebut bukanlah opini, itu adalah fakta. Baginya itu sudah cukup.
Ditambah, kapasitas otaknya juga berbanding lurus dengan kecantikannya. Cemerlang. Tidak istimewa, namun diperhitungkan. Sudah kebiasaan bagi gadis itu untuk berpikir rasional. Ia jarang melibatkan masalah pribadi mengganggu prestasi sekolahnya. Hal tersebut sudah cukup membuat guru tutup mata tentang reputasinya. Bukanlah rahasia bila sekolah menengah itu lebih mementingkan pendidikan siswanya daripada siswanya sendiri.
Yano Ayane juga bukan orang yang banyak bicara. Dia lebih suka mengamati teman-temannya. Bukan gadis-gadis yang berbisik penuh kagum sambil menatap pujaan hati sekolah dengan damba yang ia perhatikan. Tetapi kepada gadis yankee cerewet yang duduk di depannya atau gadis berambut hitam panjang yang selalu menyendiri di pojok kelas.
Perangainya tenang dan tidak ceroboh. Tidak pernah heboh sendiri atau mencari gara-gara. Mungkin hal-hal yang bagi orang lain menarik tentang dirinya adalah ketika seorang lelaki asing menjemputnya saat jam pulang sekolah, buat apa lagi kalau bukan kencan? Ayane bukanlah orang bodoh. Meski telinganya terhalangi oleh rambut gelombangnya yang tebal, ia tahu teman-temannya yang sirik bergerombol di belakangnya , membicarakan entah apa tentang dirinya sambil melempar tatapan iri dengki. Biarlah mereka begitu, toh mereka tak tahu apapun tentangnya.
Tidak ada yang tahu bahwa sesungguhnya Ayane Yano membenci dirinya sendiri.
Dia tak pernah bangga dengan kecantikannya. Ayane selalu merasa dirinya terlalu mencolok. Setiap pujian hanya ia tanggapi dengan senyum kaku, karena dalam hati ia menepis jauh-jauh kata-kata manis mereka. Semuanya tidak benar, menurutnya.
Ia mengenakan anting dan make-up untuk menambah rasa percaya dirinya. Bukan untuk bersolek atau apapun. Ia tak pernah percaya kalimat ‘cintailah dirimu sendiri’. Karena gadis itu merasa tak ada sisi dirinya yang patut dicintai.
Ayane menerima banyak lelaki dalam hidupnya bukan karena dia mencintai mereka. Dia hanya tersentuh dengan perhatian yang mereka berikan padanya. Tahu betul bahwa hubungan mereka hanya berdasarkan fisik semata. Tak ada degup kencang, perut yang serasa diisi kupu-kupu, pokoknya semua yang diharapkan pada novel romantis mendayu-dayu. Perasaan hangat yang menjalar pada seluruh tubuh ketika ia dan pacarnya hanyut dalam ciuman panas, tak pernah tumbuh dalam hatinya. Ia sadar hubungan ini hanya sesaat, tapi ia tak peduli. Masih ada satu miliar lelaki di luar sana. Buat apa ia peduli. Kalau putus, ya ganti saja.
Gadis itu selalu merasa bahwa ia adalah mainan para lelaki. Dipanggil bila butuh, dibuang bila bosan. Dan dia tidak sama sekali tidak keberatan. Karena ia tak pernah mencintai mereka.
Karena itu, Ayane sangat terkejut ketika Yoshida Chizuru membelanya. Saat para bocah ingusan melecehkannya, gadis berpostur tinggi itu mengumumkan bahwa dirinya jauh lebih seksi daripada yang diejek. Cara membela yang aneh memang. Lagipula, Yoshida memang sudah aneh dari sananya. Mengajak panco pada hari pertama masuk sekolah layaknya teman lama, padahal mereka baru saja bertemu.
Tapi pernyataan Sanada Ryu membuatnya tersentuh. Remaja pria tinggi itu memberitahukannya bahwa Yoshida selalu membicarakan dirinya sejak mereka duduk berdekatan. Ayane yang terbiasa mendengarkan komentar negatif tentang dirinya, merasa meleleh ketika Yoshida dikatakan baru pertama kali senang berteman dengan perempuan, terutama dirinya. Yoshida yang atletis dan tomboi memang tak pernah bergaul dengan teman perempuannya, karena menurut gadis berambut lurus itu perempuan itu rumit dan tidak sesimpel laki-laki.
Pertama kali …
Dan waktu terus berjalan. Kini Yoshida—atau Chizuru telah menjalin persahabatan dengannya. Mereka adalah makhluk pinggiran, meski dengan kelebihan masing-masing. Ke mana pun mereka selalu berdua, makan ramen berdua, bersaing lari maraton, atau menjadi relawan festival sekolah.
Mereka tak dapat terpisahkan. Dan Ayane mensyukuri itu.
Lalu, seorang gadis berambut hitam sepinggang yang konon bisa memanggil arwah, Kuronuma Sadako—eh, Sawako, mewarnai kehidupannya. Kepribadian Sawako yang polos dan tulus mungkin bagi sebagian orang menyebalkan. Tapi Chizuru dan Ayane senang menggali hubungan dengannya. Sawako bukanlah gadis pendendam, dia hanya pemalu. Tak dapat dipungkiri, ketiganya mulai dekat seperti sahabat sejati.
Belum pernah sepanjang hayatnya gadis bermarga Yano itu dibela atau merasakan gejolak untuk member perlindungan pada orang yang dekat dengannya. Ia mengira ia tak mampu mencintai orang lain. Tapi takdir berkata lain. Ia menemukan cinta dalam persahabatan. Dekat, lengket, tak terpisahkan.
Sahabat sejati …
Seorang sahabat adalah orang yang bisa menuliskan biografi hal-hal memalukan tentang dirimu. Seorang sahabat adalah orang yang akan terus bersamamu sepanjang hidup. Seorang sahabat akan tertawa, menangis, marah, dan bahagia bersamamu.
Dan cinta …
Akan selalu mengikuti.

               
               

Ketika Kujatuhkan Pilihan


Tiga tahun yang lalu, aku memilih SMP N 4 Pakem sebagai tempatku menimba ilmu setelah dinyatakan lulus dari jenjang pendidikan sebelumnya. Ketika itu, perasaan khawatir menyelimutiku. SMP 4 Pakem sebenarnya bukanlah sekolah pertama yang ingin aku tuju. Namun setelah pertimbangan banyak hal, serta keinginan untuk mencari suasana baru, akhirnya kuputuskan bersekolah di sini. Setelah melewati berbagai tes masuk dan berujung dengan penerimaanku di SMP 4 Pakem, rasa khawatir itu berganti menjadi senang dan lega. Aku pun mulai menantikan hari-hariku kelak di sekolahku ini.

            Pindah-pindah Kelas itu bagaikan culture shock

            Saat pertama kali aku mengikuti upacara pembukaan tahun ajaran baru 2010/2011, hatiku terbang karena euforia. Akhirnya, kutanggalkan seragam putih-merah di lemari dan kukenakan seragam putih-biru! Kupandangi sekeliling lapangan, mataku memandangi barisan kakak kelas yang berdiri menjulang di pojok lapangan. Setelah itu kualihkan perhatianku pada proses upacara yang sedang berlangsung. Tata caranya membuatku takjub. Sungguh lebih formal dibandingkan dengan upacara di SD-ku dulu.
            Waktu pun berlalu dan aku mulai menjalani hari-hariku sebagai siswa SMP 4 Pakem. Banyak sekali hal baru mengenai sekolah yang membutuhkan penyesuaian cukup lama. Salah satunya mengenai sistem moving class.
            Aku mengenal sistem ini dari film Hollywood yang berlatar tempat sekolah. Melihat gerombolan siswa yang berpindah kelas setiap bel pergantian jam pelajaran membuatku kagum. Pasti menyenangkan bisa ganti suasana setiap ganti pelajaran. Tidak terjebak dalam ruangan kelas yang sama sepanjang tahun.
            Pada awalnya, moving class memang mengasyikkan. Tapi lama-lama aku mulai kesal. Harus kuakui, aku ini orangnya repotan. Jika sudah duduk di bangku kelas, aku akan mengeluarkan nyaris seluruh barang-barangku yang ada di tas dan kujejalkan semuanya di laci meja, kecuali alat tulis. Mungkin ini bawaan sejak SD yang memang tak mengenal sistem pindah-pindah kelas. Ketika bel berbunyi dan kelasku harus pindah kelas, dengan asal kumasukkan barang-barangku. Itu pun tidak dengan kecepatan kilat. Sembari menjejalkan buku paket dan buku tulis, teman-temanku yang lain sudah berlari kecil pamitan dengan guru dan melesat ke kelas selanjutnya. Hatiku langsung dongkol karena aku tidak akan dapat posisi bangku strategis.
            Butuh waktu lama bagiku untuk mengikuti ritme pindah kelas ini. Untuk mengatasinya, aku berstrategi untuk tidak mengeluarkan banyak barang dari tas dan bersiap-siap menjelang saklar bel dipencet.
            Tetapi sistem ini juga menyimpan manfaat. Dengan seringnya berpindah-pindah, kelasku tentu sering berpas-pasan dengan kelas lain. Entah di koridor sekolah,  saling berebut siapa yang masuk atau keluar duluan di pintu kelas, dan bertabrakan karena tidak konsentrasi jalannya. Semuanya memudahkanku untuk mengenal para siswa selain di kelasku. Ketika SD, aku sedikit menyesal karena meskipun sudah menghabiskan enam tahun di sekolah, masih saja segelintir siswa yang aku tak tahu namanya. Tapi tidak dengan SMP, aku bisa mengenal semua wajah dan nama teman-teman dari kelas lain karena frekuensi tatap muka yang lebih dari jam istirahat belaka.

            40 Bisa!!

            Kesan kedua selain menganggap betapa menjulangnya para kakak kelas saking tinggi badannya, adalah kesungguhan mereka bila mengenai perihal pelajaran. Entah mengapa, senakal apapun mereka aura serius mengikuti mereka ke mana pun mereka pergi. Suatu hari, ketika aku dan sekelas melihat daftar nilai kakak kelas di salah satu proyektor sekolah, aku hanya bisa bengong. Ya Allah, nilainya kinclong-kinclong! Aku pun mulai bertanya-tanya, rahasianya apa ya?
Kurasa boleh-boleh saja bila aku membandingkan proses pembelajaran SMP 4 Pakem yang rada mirip dengan kuliah. Segalanya harus belajar mandiri. Tidak seperti SD yang apa-apa dipandu oleh guru, di sini semua siswa harus berinisiatif mencari jalan keluar bila ingin survive alias mendapat nilai bagus. Bila di rumah tidak pernah belajar, jangan heran bila ulangan akan sering ikut remidi atau saat UTS akan mendapat nilai di bawah 8. Kesadaran diri dibangun pada diri siswa dan motivasi terus dipacu oleh guru. Pepatah malu bertanya sesat di jalan sangat berlaku di sini. Bila tidak aktif bertanya ke sesama teman atau guru, bisa-bisa sampai ujian akhir semester akan ada materi yang tidak dikuasai. Apalagi frekuensi ulangan harian sering dilakukan setiap dua minggu sekali, jadi belajarnya harus teratur supaya nilai sempurna hanya menjadi angan-angan lagi.
            Untuk urusan tugas, siswa harus pandai-pandai membagi waktu. Setiap minggu, nyaris semua mata pelajaran memberikan tugas pada siswa. Bila tidak pintar manajemen waktu, siswa bisa stress dan tugas-tugas akan berakhir molor atau malah terbengkalai. Padahal tugas itulah kunci utama nilai rapor kelak.
            Dengan banyaknya tugas yang diberikan, memang sebaiknya menyimpan buku catatan khusus untuk mencatat tiap tugas beserta tenggat waktunya. Serta memacu diri untuk disiplin mengerjakan tugas sesegera mungkin sebelum pertarungan batin antara ‘kerjakan sekarang’ atau ‘nanti saja, toh masih ada banyak waktu’ terjadi dan dimenangkan oleh pernyataan yang terakhir hanya gara-gara malas.
            Ketika siswa menginjak kelas 9, dimulai proses menggodok kami-kami ini supaya bisa meraih nilai UN yang terbaik. Slogan ’40 bisa!’ terpampang di setiap sudut kertas soal yang diberikan dan selalu diingatkan oleh para guru yang membimbing. Jam ke-0 pagi dan siang digelar. Tes diagnostik serta simulasi UN diselenggarakan setiap bulan untuk membangun dan menjaga sikap siaga siswa untuk menghadapi UN. Suasana ‘tiada hari tanpa makan soal’ menjadi pemandangan sehari-hari di kelas. Pada akhirnya, usaha itu berbuah manis. SMP 4 Pakem meraih peringkat pertama se-provinsi DIY. Kami, Pradnya Siwi 2013 kembali menorehkan prestasi sebagai jawara UN. Sudah manis buahnya, besar pula.

            3 Idiots dan Stand Up Comedy

            Terkadang bersekolah di SMP 4 Pakem terasa seperti rumah kedua bagiku. Guru dan karyawannya benar-benar begitu bersahabat dan peduli dengan siswanya. Guru-guru begitu sabar meladeni kami yang memang rada bandel ini. Bahkan kami sering membuat beberapa guru jengkel karena ulah kami dan berakhir diceramahi panjang lebar. Semua itu tentu didasari niat untuk kebaikan kami semua.
            Selain itu, guru-guru juga bisa menjadi sahabat yang tak terduga. Diajak nonton film 3 Idiots, main voli bareng, pulang sekolah diantar naik motor, ditemani kala belum dijemput ortu, memberi referensi buku fiksi terbaru… ah pokoknya banyak momen yang terjadi antara guru dan kami.
            Para karyawan juga tak kalah bersahabat dengan kami. Bermain gitar dan bernyanyi bersama, menonton video Stand Up Comedy Indonesia, mengizinkan kami bermain dengan anak penjaga sekolah… wah pokoknya daftarnya panjang deh.
            Apalagi kepala sekolah kami, Bu Woro. Wah, beliau begitu sayang pada kami. Jika aku berpapasan dan bersalaman dengan beliau, Bu Woro dengan penuh perhatian akan menanyakan keadaanku. Begitu pula beliau dengan siswa yang lain. Meski aku tak sering bertemu Bu Woro seperti aku bertemu dengan guru-guru yang lain, beliau selalu up to date mengenai perkembangan kami. Sungguh kepala sekolah yang mengagumkan.
            Dengan keramahan dan perhatian sekolah yang begitu besar pada kami, aku yakin kesan kuat ini tak akan lekang dimakan waktu.

            Keep It Up!

            Sejujurnya, SMP 4 Pakem itu sudah sempurna. Sayang sekali aku hanya menghabiskan waktu tiga tahun di sini. Padahal kalau bisa aku ingin melihat kolam renang di belakang area sekolah. Aku ingin menikmati lebih banyak waktu di sini. Tapi kelulusan sudah di depan mata. Saatnya untuk berpisah dan melanjutkan hidup untuk menggapai cita-cita yang diinginkan.
            Jadi, SMP-ku yang tercinta, pertahankan apa yang menjadi kebanggaanmu dan selalu tingkatkan kualitasmu agar namamu selalu harum dan menjadi SMP wahid se-DIY. Sebagai siswa dan nanti almamater, aku bangga menjadi bagian besar darimu. Terima kasih sudah menemani perjalanan hidupku ya Pradnya Siwi.
            Sudah tiga tahun berlalu sejak kuputuskan bersekolah di SMP 4 Pakem. Dan itu memang pilihan yang tepat.

Disclaimer (c) Mauri Felissa Yuliani. Jangan memublikasikan cerita ini ke website lain tanpa seizin penulis. Terima kasih.

Bintang Kehidupan


Malam minggu di Yogyakarta identik dengan kemacetan di seluruh pusat kota. Jalanan di sekitar Malioboro dipenuhi lautan kendaraan. Matahari mulai ditelan sang malam. Lampu-lampu di sudut kota mewarnai penjuru jantung Kota Yogyakarta, bagaikan kaleidoskop warna yang berputar-putar.
            Sebuah tangan melambai di pinggir Jalan Malioboro, meminta tumpangan pada sebuah bis Kopata. Bis itu berhenti, memberi isyarat kepada calon penumpang itu untuk segera naik. Penumpang itu bergegas mendaki tangga bis, tahu diri bahwa jalanan yang padat bukan tempat yang tepat untuk kendaraan berhenti. Seorang kondektur berwajah dekil memberi jalan supaya penumpang itu bisa duduk. Sang penumpang mengamati suasana bis, lengang.
            Beda banget, pikir si penumpang alias Bagas. Di luar bis sudah macet total. Di dalam bis sangat sepi. Orang Jogja memang lebih suka naik kendaraan pribadi. Ichigo tidak perlu bersusah payah mencari tempat duduk, karena dia adalah satu-satunya penumpang di bis itu. Ia pun memilih duduk di deret tengah, memojokkan diri di jendela selatan bis.
            Kepala Bagas menempel di kaca jendela, bibirnya mengeluarkan desah lelah. Matanya yang sayu menatap kosong keramaian di luar, yang baginya masih belum mampu memadamkan rasa kecewanya di hatinya.
            Sudah tak terhitung lagi berapa kali pria itu melamar pekerjaan dan berakhir ditolak terus menerus. Stofmap kuning pucat yang ia bawa berisikan dokumen-dokumen penting, yang telah berkali-kali dikembalikan karena tidak memenuhi syarat perusahaan Ichigo datangi. Kemeja kotak-kotak yang ia kenakan telah luntur oleh waktu, seluntur semangatnya kini. Padahal baju itu pemberian ibunya, baju yang dahulu diberikan sewaktu pria itu akan merantau ke Yogyakarta.
            Nak,” pikiran Bagas melayang pada saat terakhir ia akan berpisah dari ibunya, “bawa baju ini. Kemeja ini milik almarhum bapakmu. Beliau berpesan agar kemeja ini diberikan padamu dan dikenakan pada hari-hari istimewa.”
            Bagas menutup matanya, batinnya menjerit pedih saat ia mengenang wajah lembut ibunya yang berlinang air mata. Permintaan itu memang sederhana, tapi beban yang menaunginya amat berat. Kemeja itu adalah lambang doa dari kedua orang tuanya. Dan Bagas merasa telah gagal dalam mengabulkan doa mereka. Setengah dari dirinya ingin segera kembali ke kamar kosnya, mengepak barang, dan pulang ke kampung halaman. Namun, setengah dirinya yang lain tahu tidak akan sanggup menanggung malu pulang dengan tangan kosong, bagaikan seorang prajurit yang kalah telak di peperangan.
            Ketika Bagas sibuk sendiri dengan dunianya, seorang gadis pengamen naik ke dalam bis, menghampirinya.
            “Selamat malam, Mas,” sapa si gadis pengamen. Bagas membuka matanya dan melirik ke arah gadis itu, mengangguk pelan. Secara penampilan, gadis itu terlihat sangat lusuh. Rambut hitamnya yang sebahu terlihat berantakan. Kaos putihnya sudah bisa dijadikan kain pel, begitu juga dengan celana pendek merah muda yang ia kenakan. Bila dibandingkan dengan Ichigo, gadis itu terlihat seperti gelandangan. Namun, ketika mata Bagas bertemu dengan wajah sang gadis, ia hanya bisa terpana.
            Mata besarnya yang berwarna violet terlihat bercahaya. Sudut bibirnya melengkung membentuk senyum cerah yang sanggup menghidupkan sekelilingnya. Meski air mukanya terlihat lelah, aura semangat masih terpancar dari dirinya. Secara tidak langsung, Ichigo terpengaruh olehnya.
            Gadis itu pun melanjutkan, “Saya akan mempersembahkan sebuah lagu. Mohon berkenan untuk mendengarkan.” Gadis manis itu mulai memetik gitar yang sedari tadi menggantung di bahu kecilnya. Dalam sekejap, seluruh ruangan bis tenggelam dalam sebuah alunan lagu.
            Jenuh aku mendengar. Manisnya kata cinta. Lebih baik sendiri.”
            Ah, lagu itu … Bagas memejamkan matanya, membiarkan dirinya hanyut dalam permainan akustik si gadis pengamen.
            Bukannya sekali. Seringku mencoba. Namun kugagal lagi.”
            Siapa gerangan gadis ini? Malaikat yang Tuhan kirim sebagai penyembuh hatinya yang lara? Bagas mengintip sedikit dari pelupuk matanya, mengamati gadis itu bernyanyi. Kualitas suaranya sangat, sangat, sangat, bagus. Pria itu mengakui, suara gadis ini sungguh bak malaikat. Dia pun menutup matanya lagi.
            Mungkin nasib ini. Suratan tanganku. Harus tabah menjalani.”
            Jauh sudah melangkah. Menyusuri hidupku. Yang penuh tanda tanya.”
            Dalam hati, Bagas mengintrospeksi dirinya sendiri. Mengingat-ingat dulu alasan mengapa dirinya pergi ke kota pelajar.  Sejak ayahnya meninggal, kondisi perekonomian keluarganya carut marut. Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga. Dengan mengandalkan uang warisan sang ayah yang tak seberapa, jelas tidak mungkin sanggup dipakai untuk menghidupi semuanya, apalagi Bagas mempunyai dua adik perempuan. Berbekal ijazah SMA, sebagai anak sulung Ichigo bertekad untuk mengubah kehidupan keluarganya ke arah yang lebih baik.
            Kadang hatiku bimbang. Menentukan sikapku. Menentukan sikapku. Tiada tempat mengadu.”
            “Hanya iman di dada. Yang membuatku mampu. Selalu tabah menjalani.”
            Bagas tahu betul rasa sepi yang menggelayut dan rindu dengan keluarganya. Yang ia miliki hanyalah Tuhan semata …
            Malam-malam aku sendiri. Tanpa cintamu lagi, oh …ho …oh. Hanya satu keyakinanku. Bintang kan bersinar. Menerpa hidupku. Bahagia kan datang, oh … oh.”
            Pria itu membuka matanya saat sang gadis menutup lagu itu. Bagas merogoh saku kanannya, mengambil dompet, dan mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu.
            “Ini,” ucap Bagas sambil memberikan uang itu pada si gadis, “ucapan terima kasihku, karena telah disuguhi lagu indah dari penyanyi hebat sepertimu.”
Wajah si gadis bersemu merah, “Te-te-terima kasih.” Gadis itu mengambil uang itu dari tangan Ichigo, lalu membungkuk memberi hormat padanya. Seakan-akan sudah diatur, bis itu berhenti di persimpangan, dan gadis itu turun. Mata Bagas terus mengejar sosok gadis itu yang akhirnya lenyap ditelan kegelapan.
            Mungkin ini memang rencana Tuhan agar Bagas terus bersemangat dan pantang menyerah. Bagas menyadari kesamaan dirinya dengan gadis itu. Mereka sama-sama berjuang. Pria itu merasa malu karena dia cepat sekali menyerah, sedangkan gadis tadi terus menebar senyum cerah penuh semangat, dari dirinya maupun lagu yang ia nyanyikan.
            Bagas menatap bintang yang bersinar di langit, dalam hatinya berterima kasih padaNya dan gadis pengamen itu.
            Perjalanan memang masih panjang, tapi Bagas merasa ringan karena optimisme dan harapan esok hari.

Disclaimer (c) Mauri Felissa Yuliani. Jangan menerbitkan ulang cerita ini di website lain tanpa seizin penulis. Terima kasih. 

Jumat, 27 Juli 2012

Under our cherry blossom tree, lets meet again... ByaHisa

Aku sudah bilang di postku yang dulu-dulu kalo aku jatuh cinta ama pasangan di Bleach yang paling tragis. Kuchiki Byakuya dan Kuchiki Hisana.

Perlu aku kasih penjelasan?

Ya, banyak banget argumen-argumen di internet yang meragukan kekuatan cinta dari pasangan ini, terutama dari Hisana. Para penggemar Bleach pasti tahu peran Hisana di manga Bleach, sebagai kakak perempuan Kuchiki Rukia. Ia meninggalkan Rukia yang masih bayi di Rukongai karena gadis itu tidak sanggup menghidupi mereka berdua. Tapi, setelah ia meninggalkan adiknya, Hisana langsung menyesalinya dalam-dalam, yang akhirnya membuat Hisana bertekad mencari adik perempuannya yang ia tinggalkan. Lalu, Hisana bertemu Byakuya, yang nantinya mereka akan menikah. Kata Byakuya, selama masa-masa pernikahan mereka, Hisana tidak pernah berhenti mencari Rukia, yang akhirnya membuat tubuhnya lemah dan terbaring sakit. Sebelum meninggal, Hisana meminta Byakuya untuk menemukan adiknya perempuannya yang ia sayangi. Selain itu, Hisana juga membuat suaminya berjanji bahwa Byakuya tidak akan memberitahukan kerabat Rukia yang sesungguhnya. Menurut Hisana, dia telah menerlantarkan adiknya, sehingga ia merasa tidak pantas dipanggil "kakak" oleh Rukia. Merasa sangat bersalah karena perbuatannya itu, pada saat terakhirnya, ia ingin Rukia menganggap Byakuya sebagai kakaknya, dan ingin suaminya melindungi adiknya tanpa syarat apapun. Terakhir (ini yg bkin aku makin jatuh cinta sama pasangan ini), Hisana meminta maaf karena pada saat terakhirnya ia masih mengandalkan Byakuya. Ia minta maaf karena tidak bisa membalas cinta yang telah Byakuya berikan padanya. Hisana mengatakan, sepanjang 5 tahun masa pernikahan mereka, ia merasa itu semua bagaikan mimpi. Dengan nama suaminya sebagai kata terakhirnya dengan air mata berlinang, Hisana menghembuskan nafas yang terakhir. Byakuya, hanya terlihat menundukkan kepalanya, seperti orang menangis.

Ini semua hanyalah spoiler dari Bleach manga chapter 176, Confession In The Twilight. Mau penjelasan subyektif?

Aku punya perasaan, kalau Hisana adalah wanita yang emosional. Ia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan orang-orang yang ia sayangi. Terbukti, bahwa saat ia dan Rukia meninggal dan datang ke Soul Society, tidak seperti penghuni SS yang terpisah dari keluarganya saat tiba di dunia itu, mereka berdua datang bersama-sama tidak terpisah satu sama lain. Ini berarti, hubungan persaudaraan Hisana dengan Rukia sangat kuat bahkan takdir kematian mereka di Bumi masih belum cukup untuk memisahkan mereka. Ketika ia meninggalkan Rukia, aku merasa bahwa Hisana sendiri sebetulnya sangat tidak ingin meninggalkan Rukia, namun karena dalam keadaan "tidak dapat menghidupi mereka berdua" (aku selalu mengganggap kalimat ini agak ambigu, Kubo-sensei, sebaiknya kau jelaskan lebih rinci lagi!), ia terpaksa meninggalkan adiknya. Lalu, Hisana menyesali perbuatannya, dan mencari adiknya hari-demi hari hingga akhir hayatnya. Oke, aku awalnya speechless saat Hisana menerlantarkan Rukia. Namun, rasa bersalah dan tekad mendorongnya untuk mencari adiknya lagi, sudah lebih cukup bagiku untuk tahu bahwa ia sangat mencintai Rukia.

Lalu, aku juga merasa bahwa ia juga sangat mencintai Byakuya. Menurutku, alasan mengapa Hisana jatuh sakit pada masa pernikahan mereka berdua, lebih disebabkan karena rasa bersalah yang dalam dan keinginan kuat untuk tidak membebani pikiran suaminya, yang terbawa sampai fisik. Hisana tahu, ia seorang wanita biasa datang dari Distrik 78, Inuzuri, Rukongai. Byakuya adalah seorang shinigami yang datang dari keluarga Kuchiki, yang masuk dalam 4 keluarga bangsawan yang paling dihormati se-Soul Society. Plus, Byakuya pada saat itu adalah pewaris kepala keluarga Kuchiki yang ke-28. Tradisi masih dipegang tegus oleh keluarga Kuchiki. Jelas sekali, pernikahan Byakuya dengan Hisana pasti menjadi skandal luar biasa dalam keluarga yang menggangap status lebih penting dari apapun. Byakuya, yang telah terdidik sejak kecil untuk mengikuti peraturan apapun yang terjadi, melanggar peraturan untuk menjadikan Hisana sebagai istrinya. Byakuya sendiri sebenarnya sudah sibuk sekali dengan pekerjaannya di Gotei 13, sedang dalam persiapan menjadi komandan, ditambah perannya sebagai penerus keluarga, sudah bikin itu cowok stres. Hisana, pasti sadar akan hal ini dan memutuskan untuk tidak membebani Byakuya dengan masalahnya sendiri. Aku yakin sekali, tekanan dari keluarga yang menolaknya, dan dosanya menyebabkan Hisana jatuh sakit. Ia sangat mencintai Byakuya, sampai level ia tidak ingin menambah beban suaminya. Aku juga yakin, sifatnya ini, empatik  dalam yang disertai oleh cinta yang kuat, membuat hati Kuchiki Byakuya luluh dan meminang Hisana sebagai pendamping hidupnya. Ucapan terakhir Hisana tentang bagaimana ia tidak bisa membalas cintanya, aku pikirkan karena Hisana mencurahkan segalanya untuk menemukan Rukia, hingga ia tidak memiliki waktu dengan Byakuya, tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan cintanya pada suaminya, bukan karena ia tidak mencintai Bya-kun.

Kuchiki Byakuya, kelihatannya sih angkuh, sombong, serius, dan anti-sosial. Tapi, ini semua aku yakin karena tekanan keluarga saja. Aku 180 % yakin, sesungguhnya dia orang yang sangat penyayang dengan orang-orang yang dekat dengannya. Hidup di lingkungan bangsawan yang melihat dirinya sebagai pewaris, bukan sebagai orang , membuat dia sedikit selektif memilih orang-orang yang dekat dengannya. Ditambah, sepertinya Byakuya orang yang susah nyaman berada dengan orang lain, apalagi orang lain nyaman dengannya. Sudah jelas karena statusnya itu dan sifatnya yang cuek. Nah, mungkin aja Byakuya merasa nyaman dengan Hisana. Hisana, tidak melihat Kuchiki Byakuya sebagai pewaris kluarga Kuchiki atau calon Komandan Divisi 6. Yang dia lihat hanyalah Byakuya. Mungkin lagi, perasaan diperlakukan seperti orang biasalah yang Byakuya inginkan. Mungkin. Tapi, sudah jadi rahasia umum bahwa Byakuya pandai menilai orang. Cowok itu yakin, meskipun Hisana telah melakukan sesuatu yang mungkin tak termaafkan, Hisana tetaplah cewek yang baik banget.

Sayang sekali, kita kekurangan info dari Kubo-sensei tentang pasangan ini (bikin para fans ngasih penjelasan ngasal ttg ini couple, yang seringnya bikin kpalaku mendidih). Sialan kau Kubo, mentang-mentang critamu gak ada romancenya, bukan berarti pasangan yg udah jelas statusnya kek ortunya Ichigo , Shiba Kaien dan Miyako, dan ByaHisa kamu bikin super tragis. Wong kamu gak pernah ngasih kejelasan tentang IchiRuki, GinRan, HitsuHina, yang mnurutku udah ada "sesuatu" diantara mreka, tapi KAU tetap mempermainkan fansmu. Aku benci fakta ini sekaligus membuatku semakin tertarik dengan manga-mu. Ironis beut.

Hisana, selain emosional, menurutku juga baik, anggun, jujur, cantik, cerdas, dan memiliki tekad yang kuat, diiringi dengan sifat keras kepala, mirip dengan adiknya namun lebih "feminin" . Plus, empatik dan dewasa, melebihi wanita pada umurnya.

Aku selalu merasa tidak setuju kalau Hisana itu secara fisik lemah. Kalu aku tidak salah baca, Hisana hanya sakit ketika ia sudah menikah dengan Byakuya. Padalah, Hisana sudah mencari Rukia lama sebelum ia bertemu calon suaminya. Hidup di salah satu distrik terparah di Rukongai secara logika seharusnya membuat Hisana tahu bagaimana menjaga dirinya sendiri. Apalagi, sebagai kakak perempuan dari Wakil Komandan Divisi 13 di Gotei 13, Hisana seharusnya memiliki kekuatan spiritual, membuat dirinya mampu menjadi seorang Shinigami.

Mungkin, sifat Hisana yang paling kuat adalah sifatnya yang keras kepala. Ia bersiteguh untuk membawa dosanya sendiri, tidak ingin merepotkan orang lain. Mungkin itulah, yang membuat sosok Hisana terkadang seperti "dia dekat tapi dia jauh dari genggamanku". Dia juga memaksakan dirinya sendiri untuk terus mencari Rukia, tanpa peduli dengan dirinya sendiri. Dia juga membenci dirinya sendiri. Sampai pada akhir hayatnya, ia benci dirinya sendiri sampai level ia tidak ingin Rukia tahu bahwa dirinya memiliki seorang kakak perempuan. Nah, disinilah kesamaan Rukia dan Hisana: terlalu banyak mikir. Hisana mungkin punya krisis kepercayaan, seperti Rukia. Aku kagum dengan tekad Hisana, tapi sepertinya dia harus belajar untuk membiarkan kebahagiaan datang meskipun sedikit, dan tidak terus-terusan berkubang dalam jurang rasa bersalah. Kasihan orang-orang terdekatnya, mengira bahwa dirinya egois, tapi padahal bukan begitu.

Btw, aku nemu dua lagu super bagus. Cocok dengan POV Byakuya dan Hisana masing2.

Byakuya's POV

One More Time, One More Chance - Yamazaki Masayoshi (5 Centimeters Per Second OST)


Terjemahan B.Inggris (sumber: animelyrics.com)

If I lose any more than this, will my heart be forgiven
How much pain before I can see you again
One more time, please don't change the season
One more time to the time when we fool around


 When our path cross each other, I am always the first to turn
Making me indulge more in my selfish way
One more chance tripped by memories
One more chance we cannot choose our next place


I am always searching somewhere for you
Opposite of the house, the other side of the alley's window
Even though I know you won't be here
If my wish is to be granted, please bring me to you right now
Betting and embracing everything 
To show you there's nothing else I can do


 Anybody should be fine if it was just to ease loneliness
Because the stars in the night sky seems like falling, I cant lie to myself
One more time, please dont' change the season
One more time to the time when we fool around



I am always searching somewhere for you
Even at the intersection and dream
Even though I know you won't be here
If miracle was to happen, I want to show it to you right now
A new morning, myself 
and the "I love you" which I couldn't say


 Summer's memory is revolving
The sudden disappearance of heart beat



I am always searching somewhere for you
At dawn's town, At Sakuragi street
Even though I know you won't come here
If my wish is to be granted, please bring me to you right now
Betting and embracing everything 
To show you there's nothing else I can do


I am always searching somewhere for your fragment
At the destination's shop, At the corner of the newspaper
Even though I know you won't be there
If miracle was to happen, I want to show it to you right now
A new morning, myself 
And the "I love you" which I couldn't say


 I always end up looking somewhere for your smile
At the railway crossing of the fast pace town
Even though I know you won't be here
If life can be repeated, I'll go to you many times over
There's nothing else that I want
Nothing else is more important than you





Hisana's POV (bayangkan aja Hisana reinkarnasi ke dunia manusia dan mengingat semua yang dia alami di SS).


Sakura - Ikimonogakari




Terjemahan B.Inggris (sumber: jpop-asia.com)


The cherry blossoms fell, fluttering down
Embracing every bit of my fluttering love
Even now, I’m dreaming the dream I prayed for with you that spring
The cherry blossoms scatter

From the train I could see
The traces of one day
The big bridge we crossed together
Graduation time came
And you left town
On the colourful riverbank, I search for that day

We went our separate ways
And brought our spring to an end
My future is in full bloom
But it fills me with panic
This year, once again, the cherry blossoms are reflected
In the window of the Odakyuu train
In my heart
I hear your voice

The cherry blossoms fell, fluttering down
Embracing every bit of my fluttering love
Even now, I’m dreaming the dream I prayed for with you that spring
The cherry blossoms scatter

The start of my letter to you
Says “I’m doing OK”
You’ll see through that little lie, won’t you?
Even the town going past
Is taking in the spring
The flowers are opening their buds again this year

I’ll get through these days without you
And I, too, will grow up
Will I forget everything?
“I really loved you”
I hold out my hands to the cherry blossoms
Now my love is wrapped in the spring

The cherry blossoms fell, fluttering down
Embracing every bit of my fluttering love
Even now, the strong words you gave me
Remain in my heart; the cherry blossoms dance

The cherry blossoms fell, fluttering down
Embracing every bit of my fluttering love
Those days I dreamed of on that distant spring day
Disappear into the sky

The cherry blossoms fall, fluttering down
And I walk out into the spring
I clutch the dream I promised you that spring
Tightly to my chest; the cherry blossoms dance

Menurutku dua lagu ini paling cocok untuk mengimpresentasikan perasaan ByaHisa satu sama lain. Enjoy!

PS: sudah baca Bleach chap 502? 
                        .
                        .
                        .
                        .
                        .
                        .
                        .
                        .
                        .
                        .
                        .
APA-APAAN KAMU KUBO-SENSEI!!!!!!!!!!!!!!!

(yang blum baca silahkan cari di internet. SUPER TRAGIS!! TIDAKKKKKKKK!!!!!)







 





Sabtu, 16 Juni 2012

Pupus by Rosa Idol

Hayooo, yang lagi nonton Indonesian Idol 2012... siapa yang kalian dukung: Dion, Yoda, Sean, ato Regina? Hehehehehehehehe... aku mah Sean aja, indonesian rising star ,hohoho. Tapi, kali ini aku gak bakal bahas mereka berempat. Aku pengen bahas tentang mantan kontestan Indo Idol 2012, Maria Rosalia alias Rosa Idol!!

Sayang banget dia keeliminasi, padahal dia nyanyinya bagus. Oke, awalnya dia gak terlalu bagus, tapi salah satu performance terakhirnya membuatku yakin bahwa diluar Idol-pun dia akan sukses, yaitu pas dia bawain mahakaryanya Ahmad Dhani aka. lagu Pupus by Once. Aku emang seneng banget ama lagu ini, sepanjang UTS di sekolah lagu ini aku lantunin terus ampe dua deret meja di depanku (aku duduk di blakang, btw) pada noleh dan adek kelasku tanya, "Mbak itu lagu apa, kok bagus?" Nah, pas denger si Rosa nyanyi lagu ini, aku pun sampai pada satu kesimpulan: kalo ada cewek bakal nyanyi lagu Pupus, aku bakal pilih Rosa sebagai penyanyinya. M.A.N.T.A.P.



Dimanapun engkau berada, Maria Rosalia, Tuhan bersamamu, dan sukses selalu!!!!!!