Selasa, 27 Maret 2012

A Piece of Happiness - Debriefing

Hohohohoho... sekarang ada tokoh baru. Silahkan tebak sendiri.

Tokoh: Kurosaki Isshin, Urahara Kisuke, Shihouin Yoruichi,....

Genre: Drama, Friendships

>>>>>>>>>>


Chapter 3

“Apa Anda pikir ini yang terbaik?”

Tessai bertanya kepada tuannya dengan cemas, tangannya terus memainkan jarinya di depan dengan gaya bersedekap tanpa sadar. Sementara yang ditanya, duduk dengan posisi seiza sama dengan Tessai, sibuk mengipasi dirinya dengan kipas lipatnya.

“Terbaik yang kamu maksud itu apa?” tanya Urahara sambil menyembunyikan wajahnya yang sudah misterius dengan kipas.

“Anda tahu sendiri, dia bukan jiwa biasa,” jawab Tessai pendek, “dan dia datang ke sini dengan reiryoku yang tidak biasa, lalu…”

Urahara mengangkat tangannya, memotong perkataan Tessai, “Tessai-san, kawanku, aku percaya dengan kemampuannya untuk menjaga diri. Kamu tahu, kan, kalau aku bilang dia bisa jaga diri, berarti dia memang bisa.”

“Tapi—“

“Sudah cukup dia menderita, biarkan dia mencoba untuk bersosialisasi, dia butuh teman.”

Tessai pun mendesah, tahu bahwa dia tidak akan memenangkan argumen ini, lagi pula memang benar dia butuh teman. Sudah lama sekali sejak kawannya itu bertemu dengannya. Sejauh pengamatannya, dia memang kesepian.

Tidak terlalu kesepian sebenarnya.

Terkadang, dia sering bertandang ke Urahara Shop. Menurutnya, Urahara dan Yoruichi memang menyukainya. Mereka selalu terlihat santai jika mengobrol dengannya, dan Yoruichi pernah mengatakan bahwa reiatsu miliknya terasa hangat dan terang, membuat siapapun yang berada di dekatnya merasa nyaman bahkan oleh orang yang paling sulit menyesuaikan diri dengan orang lain.

Jarang sekali ada orang yang terlahir dengan kemampuan seperi itu.

Tetapi, tetap saja…

Sementara itu, Kurosaki Isshin sedang mengikuti langkah kecil Shihouin Yoruichi menuju kamar 13. Sambil berjalan, shinigami itu mengamati lingkungan sekitarnya. Sama seperti tampilan luarnya, sama-sama polos, namun lebih terawat dengan cat biru muda mewarnai seluruh dinding. Berderet-deret pintu berjejer rapi dengan nomor pintu yang urut. Ganjil di kanan, genap di kiri.

Monoton banget.

Karena di lantai satu hanya ada pintu nomor 1 sampai 10, mereka harus menaiki tangga di ujung deretan pintu menuju lantai dua. Saat Isshin menapaki anak tangga yang pertama, tiba-tiba ia merasa ditekan dari segala penjuru. Tubuhnya mulai mengeluarkan keringat dingin, kepalanya mulai pening, dan perasaan yang paling menonjol adalah tubuhnya seakan-akan remuk dalam sekejap.

Perasaan itu hanya berlangsung sesaat karena sama seperti datangnya, perasaan tidak enak itu hilang seketika.

Kebingungan, Isshin pun menoleh ke kanan dan kiri. Tangan kanannya secara insting memegang tengkuk lehernya, mencoba memahami kejadian yang barusan dialaminya, lalu ia menyampaikan kesimpulannya pada Yoruichi yang berhenti di depannya.

“Penghalang dari Kido, ya?” tebak Isshin.

Kucing hitam itu mengangguk, “Semacam itu, dia memasang penghalang untuk menghalang siapapun yang memiliki reiatsu untuk memasuki kediamannya. Hanya aku, Kisuke, dan orang-orang sekitar Kisuke yang bisa membongkar Kido ini. Penghalang ini penemuannya.”

Tebakan pertama berarti benar. Siapapun yang akan dia kunjungi pasti orang yang tertutup, cerdas dan parnoan. Pasti akan menjadi kunjungan yang membosankan. Pikiran itu mendadak menurunkan semangatnya sendiri.

Yoruichi tiba-tiba memanggil, “Isshin?”

Yang dipanggil menanggapi, “Apa?”

“Dia agak misterius.”

“Dia siapa?”

Dia.”

Pantesan.

“Oh, ya,” Isshin teringat, “katanya dia tidak suka kalau ada shinigami bertarung di sini, ya?”

“Memang, dia nggak suka identitasnya terungkap.”

Orang ini meskipun misterius, pasti orang yang menarik.

Minimal, shinigami ini udah tahu sedikit tentang dia. Misterius dan cerdas. Mirip Urahara.

Tanpa sadar, mereka sudah tiba di depan pintu nomor 13. Tanpa peringatan, Yoruichi langsung berteriak.

“Oi, ini aku. Bukakan pintu ini!”

Dengan pintu terbuka,  yang diteriakin menjawab sama kasarnya, “Hei, hei, aku ini bukan pembantumu, om—“

Ketika penghuni apartemen  nomor 13 dan Isshin saling menatap satu sama lain, Yoruichi terpaksa menyadari bahwa mereka berdua akan sulit sekali disatukan.

<<<<<<<<<<

Senin, 26 Maret 2012

Silver Spoon - Arakawa's Next Project

Hehehehe, selain suka Bleach, Nodame Cantabile, Honey and Clover, aku juga suka Fullmetal Alchemist karya Arakawa Hiromu. Nah, karena FMA udah complete statusnya, Arakawa-sensei menelurkan kembali komik serialnya berjudul Silver Spoon (Gin no Saji). Berbeda banget ama FMA yang fantasinya ampun-ampunan, Silver Spoon menawarkan kisah sehari-sehari soal cowok yang nggak punya mimpi, yang masuk ke sebuah sekolah semacam SMK bagian pertanian.

Membandingkan FMA dan Silver Spoon, SS (aku singkat aja) lebih simpel, gak ada acara tonjok-tonjokan ala manga action, gak ada interaksi yang berlebihan banget, singkatnya, ini adalah cerita normal. Tapi, yang paaaaaling aku suka dari karyanya Arakawa-sensei adalah komedinya.

Ya, melanjutkan dari FMA, komedinya Arakawa sepertinya tambah bikin ngakak. Mungkin karena ceritanya lebih masuk akal daripada karyanya yang sebelumnya. Hehehe, tokoh protagonisnya, Hachiken, sumpah bikin ngakak, lebih dari Edward malah!!!

Pokoknya, aku rekomendasikan komik ini, untuk yang tertarik dengan cerita tentang pertanian.

Ini contoh gambarnya:



Pokoknya, siapa yang suka karyanya Arakawa-sensei, ato pengen cari cerita komedi bikin perut mules, Silver Spoon wajib dibaca!

Kamis, 22 Maret 2012

Aku Bingung...

Ini aku sibuk ngutek-ngutek blog, aku jadi bingung nih. Keknya tiap diutek-utek jadi tambah jelek gitu. Arrgh bingung

Selasa, 20 Maret 2012

Di Tengah Parfum Keringat

Aku teringat tugasku

Aku teringat suratku

Kacamataku yang patah

Hape yang jatuh

Perutku mendadak diare

Di mana, di mana, di mana

Kutunggu dirimu

Sahabat sejati

>>>>>>>>>>
Ngaco abizz :)

A Piece of Happiness - A Man In Thirteenth Door

Hehehehe.... istirahat panjang, internet ngebut, emang surga dunia!

Tokoh: Kurosaki Isshin, Urahara Kisuke, kemungkinan nambah (liat aja nanti)

Genre: Drama / Friendships

Bleach.....ayo update komiknya!!!

>>>>>>>>>>


Chapter 2 

Musim semi kali ini datang terlambat, pikir Isshin sambil berjalan di antara deretan pohon sakura. Pada akhir bulan Maret, seharusnya bunga-bunga berwarna merah muda itu telah gugur. Namun, pada tahun ini, bunga yang melambangkan kesucian itu justru dalam masa kejayaannya. Tiap rimbun pohon dikelilingi oleh warna merah muda yang eksotis. Dibantu dengan permainan cahaya, jalan yang kini dilangkahi shinigami tersebut terlihat seperti kaleidoskop warna, menari-nari layaknya lampion pelangi di festival.

Hembusan angin yang datang tiba-tiba, menyebabkan beberapa kelopak sakura jatuh dan tertiup ke arah Isshin. Lelaki itu meraih satu bunga yang terbang ke arahnya, lalu merabanya.

Satu-satunya kecantikan yang masih tersisa di dunia ini adalah bunga sakura ini. Sayang sekali usia bunga ini singkat, rasanya jika kusentuh bunga ini sedikit lebih kuat daripada sekarang, bunga ini pasti remuk. Bunga yang cantik, lembut, rapuh…

Isshin pun melepaskan bunga itu, menyerahkannya kepada angin musim semi yang masih berhembus. Lalu, lelaki itu menatap bunga itu terbang ke angkasa…

“ADA APA  DENGANKU!!!!!!!!!!!!!” teriak Isshin lebay. Tuhan, sepertinya shinigami muda ini sedang homesick. Ya, bunga sakura ini memang sama cantiknya dengan di Soul Society, karena sama itulah Isshin rindu dengan dunia itu.

Menghela napas dalam-dalam, Isshin mencoba fokus pada tujuannya. Tadi sampai di mana?

Oh ya, dia akan mengunjungi kawan sesama pelariannya. Isshin merogoh saku celana jeansnya, mengambil buntalan notes dari Urahara lalu membukanya.

Nggak jauh-jauh amat ternyata, pikir Isshin girang sambil terus berjalan menuju ujung deretan  pohon sakura. Berdasarkan tempat dia berdiri sekarang, dia cukup berbelok ke kiri menuju pusat kota, lalu pergilah ke arah pemukiman dan carilah apartemen bernama Miyoshi di sana.

Setelah jalan beberapa menit dan bertanya sana-sini, Isshin berubah pikiran. Sumpah, ini orang tinggal di mana? Gerutu Isshin sambil mengecek kertas yang udah kusut di tangan besarnya itu. Dia mencoba mencermati lagi apa yang tertulis di kertas. Merasa usahanya sia-sia, Isshin memasukkan kertas itu ke sakunya dan memutarbalikkan tubuhnya untuk kembali ke Urahara Shop saat entah kenapa, rumah yang dia cari-cari sudah ada tepat di samping kirinya.

“Ini dia rumahnya!” dengus Isshin sambil berjalan cepat ke araah pintu masuk. Dalam hati, shinigami itu mengamati apartemen itu. Tidak ada yang spesial tentang apartemen itu. Bangunannya terlihat polos, dengan cat warna putih yang pudar ditelan waktu. Pintu masuknya adalah pintu geser kaca transparan, dengan model mirip pintu shoji. Di atas pintu masuk, ada tulisan besar Miyoshi: Home Sweet. Lalu, di samping pintu masuk, ada deretan bel yang di sampingnya tertulis nomor pintu dan nama penghuni yang diatur secara urut, serta interkom dan tombol untuk komunikasi.

Sekali lagi, Isshin merogoh kembali saku celananya untuk melihat nomor berapa apartemennya.

“13,” gumam Isshin, “seperti Gotei 13.”

Ketika Isshin akan menekan tombol bel nomor 13, tiba-tiba ada suara memanggilnya. Suara lelaki, tepatnya.

Isshin langsung menoleh, namun tidak melihat siapa-siapa.

“Oi, aku di bawah.”

Pria itu menundukkan kepalanya, mendapati seekor kucing hitam bermata emas  duduk di depannya. “Hai, Kurosaki Isshin, ya?”

“KU-KU-KU-CING NGOMONG!!!!” teriak Isshin dengan kencang, menyebabkan beberapa orang menoleh ke arahnya.

“Apa-apaan kamu?! Mana ada kucing ngomong denganku, nggak mungkin! Ini gak mungkin! Emang sih Soul Society bukan tempat orang normal tapi ini…BARUSAN ADA KUCING NGOMONG DENGANKU!!!”

“KAMU DIAM BENTAR BISA NGGAK SIH!” teriak kucing hitam itu sambil mengeluarkan reiatsu biru gelapnya yang menyala-nyala. Isshin yang kaget melihat perubahan kucing unik itu, langsung terdiam.

Setelah menenangkan diri, Isshin memberanikan diri untuk bertanya, “Kamu punya reiatsu, ya? Barusan aku lihat tadi menyala-nyala di sekitarmu tadi pas kamu meneriakiku.”

Kucing itu menganggukkan kepalanya. “Memang, Kurosaki Isshin, aku punya reiatsu.”

Isshin menyerap info ini, lalu kembali bertanya, tapi dipotong oleh kucing itu, “Jangan ngobrol di sini, nanti kamu dikira orang miring. Ayo masuk.”

“Masuk? Maksudmu kamu tinggal di sini?” tanya Isshin sambil memperlihatkan buntalan kertas ke arah mata emas itu. Kucing itu malah terkekeh.

“Tidak, Isshin. Aku tidak tinggal di sini. Cuma, alamat yang baru saja kamu berikan padaku adalah alamat yang ingin kukunjungi hari ini.”

“Oke, kucing. Karena tujuan kita sama, perginya bareng-bareng aja, yuk,” ajak Isshin sambil menekan tombol bel nomor 13.

Mereka berdua menunggu jawaban dari interkom. Sunyi sekali……

“Siapa ya?” tiba-tiba ada suara menjawab. Suara laki-laki. Kucing hitam itu langsung menaiki buk di bawah deretan tombol lalu mengangkat salah satu kaki depannya untuk menekan tombol interkom bel nomor 13.

“Ini aku, Yoruichi,” jawab kucing itu agak keras, karena interkom itu lebih tinggi darinya. Isshin yang mendengar nama itu langsung mematung. Jadi memang benar gosip itu…

“Ngomong-ngomong, hari ini aku bawa teman,” lanjut Yoruichi, mengabaikan reaksi Isshin. Interkom itu kembali sunyi.

“Dia temanku dan Kisuke. Jangan khawatir, dia bisa dipercaya,” tambah Yoruichi, berusaha meyakinkan siapapun yang tinggal di ruangan itu.

Interkom itu kembali lagi sunyi. Dia sepertinya sulit mempercayai orang lain, pikir Isshin lagi.

“Baiklah, bawa dia masuk,” akhirnya dia menjawab.

<<<<<<<<<<


               

               
               

A Piece of Happiness - The Address

Sebernya, aku udah pernah posting cerita ini, tapi karena baru nyoba2, jadinya layoutnya ancur, jadi tuh posting aku delete dan tulisannya aku edit lagi.

Tokoh: masih rahasia... baca sendiri.

Genre: Drama / Friendships

Bleach bukan punyaku, kecuali pemutih toilet di samping kamar mandiku.

>>>>>>>>>>

Chapter 1

 30 tahun berikutnya…

Kurosaki Isshin hanya bisa duduk pasrah. Dalam hati, ia mengutuk pada dirinya sendiri. Ia baru tiba di dunia fana beberapa minggu dan dia masih tidak mengerti bagaimana membuat dirinya berguna di sini.

Urahara Kisuke, teman satu seprofesinya dulu, memberitahukan bahwa ia harus secepatnya beradaptasi di dunia ini. Sebagai seorang shinigami yang kabur dari Soul Society, kini ia bersembunyi di Urahara Shop yang penghuninya adalah pelarian dari SS. Karena itu, Isshin merasa bahwa ini satu-satunya tempat yang aman di dunia fana.

“Urahara-san,” Isshin memulai, “kamu pasti ngerti betul perasaanku sekarang ini. Tersesat di dunia asing, nggak tahu harus gimana dan ngapain.”

Urahara membuka kipas lipatnya dan mengipasi dirinya sendiri.

“Aku  berharap kamu akan ngasih tahu apa yang akan kulakukan di sini,” tukas Isshin lemah.

Urahara tetap mengipasi dirinya sambil berpikir. Sejak Isshin menginap di tokonya, sudah banyak gagasan ia pikirkan.

“Kamu akan masuk universitas,” Urahara berkata pelan, “jadi mahasiswa, kuliah, lulus, dan jadi dokter.”

Isshin terlihat terkejut. “A-apa?”

Kini, Urahara tertegun, “Apa maksudmu apa? Ini kan yang kamu inginkan, menjadi dokter?”

“Iya sih, tapi—“

Urahara mengangkat tangannya menyuruhnya berhenti. “Aku tahu sejak masih di SS kamu pengen jadi dokter. Kamu punya bakat dan keterampilan, tapi tugas shinigamimu menghalangimu meraih mimpimu.” Isshin masih telihat sulit diyakinkan.

“Ayolah, kawan! Mumpung di sini, jauh dari pengawasan Soul Society!”

Isshin masih terlihat murung. Urahara hanya bisa menghela nafas. “Ambillah kesempatan ini selama kamu tinggal di sini. Dengar, Isshin, lebih baik jadi dokter di sini daripada dipermalukan karena masuk Divisi 4.”

Hening  pun melanda ruang tengah toko tersebut.

“Jangan khawatir, kamu punya kawan senasib di sini.”

Isshin pun mengangkat kepalanya. Ada seorang shinigami pelarian yang senasib dengannya? Seperti membaca pikirannya, Urahara melanjutkan, “Seorang pelarian juga, tapi bukan shinigami. Dulu sempat tinggal di sini, tapi dia ngotot untuk hidup mandiri. Kamu bisa datang ke rumahnya.”

“Untuk apa?” tanya Isshin sambil mengerutkan kedua alisnya.

“Yah, sekedar say hello atau apapun yang kamu inginkan,” jawab Urahara enteng.

Pikiran Isshin pun melayang. Ya, dia bisa datang ke rumah si pelarian ini, sekedar ngeteh dan bicara sejenak tentang masalah masing-masing. Tunggu dulu…

“Tadi kamu bilang dia bukan shinigami, kan?” Isshin terheran-heran.

“Iya, dia bukan shinigami.”

“Terus, dia jiwa biasa dong?”

“Iya.”

Isshin makin bingung. “Kok bisa? Seharusnya dia menetap di Soul Society sampai dia meninggal di sana dan bereinkarnasi di sini. Seharusnya dia jadi manusia biasa, ya kan?”

Aku benar-benar berterimakasih padaMu, yang telah memberiku kesabaran yang tak terbatas, pikir Urahara sambil mencoba menjelaskan bagaimana caranya menjelaskan ini pada Isshin.

“Isshin, bagaimana kalau kamu datang ke rumahnya saja? Aku takut kalo aku salah memberikan info, bakal ada kesalahpahaman,” Urahara pun berbicara sambil meraih block note dan pulpen, menuliskan sebuah alamat. Disobeklah kertas itu dan diserahkan ke pria kekar di depannya itu.
Isshin pun meraih sobekan yang diserahkan Urahara lalu membacanya. “Tidak terlalu jauh dari sini,” komentar Isshin masih mengamati goresan tinta yang mengandung info alamat  “kawan senasib”-nya ini. Tanpa ragu-ragu, ia pun berdiri.

“Mau kemana?” tanya Urahara saat Isshin menggeser pintu shoji.

“Ke rumahnya ini,” jawab Isshin singkat sambil melambaikan kertas itu di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Urahara menganggukkan kepalanya, memberikan ijin. Isshin pun berjalan keluar dari Urahara Shop ketika pemilik toko tersebut memanggilnya.

Isshin mengarahkan kepalanya ke arah Urahara.

“Jangan bawa masalah, ok? Dia paling sengit kalo ada shinigami yang bertarung persis di depan pintu rumahnya,” nasihat Urahara sambil nyengir nggak jelas.

Kini, tinggal shinigami muda itu yang kebingungan.

<<<<<<<<<<

A Piece of Happiness - Prologue

Ini Bleach fanfictionku yang pertama. Baek-baek ya... Aku akan coba bikin cerita ini rada kayak drama Korea.

Tokoh: rahasia.... banyak

Genre: Drama, Friendships

>>>>>>>>>>


Prolog

Aku masih ingat semuanya. Kenangan-kenangan yang selama ini aku kira tak pernah kudapatkan. Semua kenangan indah, yang aku selalu merasa tidak pantas kudapat, setelah apa yang kulakukan.

Aku meninggalkan satu-satunya keluargaku hanya supaya aku dapat bertahan hidup. Setelah aku melakukan itu, hidupku serasa dinaungi awan bersalah. Dia, adik kecilku, kutinggal di tengah lingkungan kumuh dan berbahaya, rasanya hanya membayangkan itu rasa takut mulai menjalar pada diriku. Bagaimana nasibnya? Bagaimana dia hidup, makan dan mengurusi dirinya? Oh Tuhan, aku ini memang kakak yang tidak berguna. Tidak berguna dan egois. Tangisku selalu mengalir tiap kali aku mengutuk diriku sendiri, tapi memang itu kenyataannya.

Lalu, entah kenapa, hidupku berubah. Semua karena seorang laki-laki tampan yang hadir dalam hidupku. Tuhan, apa yang kulakukan sampai seorang lelaki yang terkenal karena ketampanan, kekayaan dan kekuasaannya datang padaku dan meminangku? Apa yang sudah kulakukan sehingga aku berhak mendapatkan kebahagiaan ini? Aku tidak berhak sama sekali.

Lelaki itu mempunyai pengaruh besar pada kemiliteran. Keluarganya adalah salah satu dari keempat rumah bangsawan tertinggi yang masih tersisa dan dia adalah pewaris utama keluarga Kuchiki. Kuchiki… astaga, jika dia menikahiku, artinya dia melanggar aturan keluarganya! Aku yang berasal dari kekumuhan Rukongai menikahi seorang bangsawan Kuchiki yang akan menjadi kapten Gotei 13? Untuk semua orang di dunia ini, seorang Kuchiki menikahiku? Tidak mungkin.

Lalu aku berpikir. Mungkin saja, dengan menikahi lelaki aku bisa menemukan adikku. Dengan statusku sebagai Nyonya Besar, dengan menemukan adikku aku bisa memberinya kehidupan yang lebih baik. Kehidupan yang dulu tidak berani aku bayangkan.

Lelaki itu benar-benar baik padaku. Dia benar-benar mencintai dan memujaku. Dia memberi kasih sayang dan perlindungan untukku. Semua  yang begitu mewah dan mahal tiba-tiba menjadi milikku. Ingin rasanya aku menikmati semuanya, tapi rasa bersalah benar-benar memakanku hidup-hidup. Hari demi hari, aku tetap mencari adikku tanpa henti. Suamiku tidak menghentikanku. Dia paham perasaanku.

Hingga pada tahun keempat pernikahan kami, aku pingsan dan jatuh sakit.

Bertahun-tahun hidup di pemukiman kumuh sebelum pernikahanku dan pencarianku setelahnya membuatku lemah. Terlalu lemah hingga titik tak dapat disembuhkan. Pada tahun itu, seluruh penghuni yang mencintaiku sibuk mengurus diriku yang begitu lemah, begitu rapuh. Suamiku yang seharusnya mempersiapkan ujian kenaikan pangkat malah menungguiku di samping tubuhku yang mendemam. Memegang tanganku dengan erat dan berdoa agar aku cepat sembuh.  Aku sungguh terharu dengan apa yang suamiku lakukan. Di lingkungan kerjanya, dia dikenal sebagai laki-laki yang dingin dan arogan, tidak pernah menunjukkan emosi, irit bicara,  dan selalu terlihat di suasana hati yang buruk. Begitu berbeda ketika dia di rumah, meskipun masih jarang sekali menunjukkan emosi, aku tahu dia terlihat berbeda.

Setiap kali aku datang menyambutnya pulang, senyum tipis selalu tersungging di wajahnya. Kata-katanya selalu menunjukkan kepeduliannya padaku, meskipun dia agak kesulitan mengungkapkannya. Seluruh gerak tubuhnya selalu mengarah padaku. Mata peraknya, yang kata bawahannya bisa membunuhmu dalam satu tatapan, selalu terlihat berkilau jika dia menginginkanku bersamanya. Semua hal itu cukup memberitahuku bahwa dia memang peduli padaku.

Penyakitku semakin memarah hingga hari peringatan tahun kelima pernikahan kami. Sebelum bunga sakura yang pertama mekar, aku merasa bahwa inilah saatnya.

Dia memegang tanganku erat-erat seperti orang yang akan jatuh ke jurang. Matanya begitu berkilau saat kuucapkan kata-kata terakhirku. Permintaanku hanya singkat, temukanlah adik kecilku. Aku telah mengabaikan adikku sehingga aku tidak pantas untuk dipanggil kakak olehnya, jadi tolong biarkan dia menganggapmu sebagai kakaknya. Jangan beritahu dia tentang aku, keluarganya yang sebenarnya. Berjanjilah padaku bahwa dalam diam, kau akan melindunginya apapun yang terjadi.

Aku minta maaf karena masih mengandalkanmu. Aku minta maaf karena tidak bisa membalas cinta yang telah kau berikan padaku. Lima tahun pernikahan kita, terasa bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan. Saat kuucapkan nama suamiku, ternyata itu adalah kata terakhirku. Pada saat itulah, aku sadar bahwa aku mencintainya begitu tulus. Namun, aku sudah terlambat. Dunia mulai menutup dengan tirai hitam yang kelam, saat kulihat cintaku menundukkan kepalanya sambil menahan tetesan air mata. Sebelum aku benar-benar meninggalkan dunia ini, dalam pikiranku aku berdoa.

Berilah aku kesempatan lagi.

Dunia pun akhirnya gelap di mataku.

<<<<<<<<<<