Selasa, 20 Maret 2012

A Piece of Happiness - Prologue

Ini Bleach fanfictionku yang pertama. Baek-baek ya... Aku akan coba bikin cerita ini rada kayak drama Korea.

Tokoh: rahasia.... banyak

Genre: Drama, Friendships

>>>>>>>>>>


Prolog

Aku masih ingat semuanya. Kenangan-kenangan yang selama ini aku kira tak pernah kudapatkan. Semua kenangan indah, yang aku selalu merasa tidak pantas kudapat, setelah apa yang kulakukan.

Aku meninggalkan satu-satunya keluargaku hanya supaya aku dapat bertahan hidup. Setelah aku melakukan itu, hidupku serasa dinaungi awan bersalah. Dia, adik kecilku, kutinggal di tengah lingkungan kumuh dan berbahaya, rasanya hanya membayangkan itu rasa takut mulai menjalar pada diriku. Bagaimana nasibnya? Bagaimana dia hidup, makan dan mengurusi dirinya? Oh Tuhan, aku ini memang kakak yang tidak berguna. Tidak berguna dan egois. Tangisku selalu mengalir tiap kali aku mengutuk diriku sendiri, tapi memang itu kenyataannya.

Lalu, entah kenapa, hidupku berubah. Semua karena seorang laki-laki tampan yang hadir dalam hidupku. Tuhan, apa yang kulakukan sampai seorang lelaki yang terkenal karena ketampanan, kekayaan dan kekuasaannya datang padaku dan meminangku? Apa yang sudah kulakukan sehingga aku berhak mendapatkan kebahagiaan ini? Aku tidak berhak sama sekali.

Lelaki itu mempunyai pengaruh besar pada kemiliteran. Keluarganya adalah salah satu dari keempat rumah bangsawan tertinggi yang masih tersisa dan dia adalah pewaris utama keluarga Kuchiki. Kuchiki… astaga, jika dia menikahiku, artinya dia melanggar aturan keluarganya! Aku yang berasal dari kekumuhan Rukongai menikahi seorang bangsawan Kuchiki yang akan menjadi kapten Gotei 13? Untuk semua orang di dunia ini, seorang Kuchiki menikahiku? Tidak mungkin.

Lalu aku berpikir. Mungkin saja, dengan menikahi lelaki aku bisa menemukan adikku. Dengan statusku sebagai Nyonya Besar, dengan menemukan adikku aku bisa memberinya kehidupan yang lebih baik. Kehidupan yang dulu tidak berani aku bayangkan.

Lelaki itu benar-benar baik padaku. Dia benar-benar mencintai dan memujaku. Dia memberi kasih sayang dan perlindungan untukku. Semua  yang begitu mewah dan mahal tiba-tiba menjadi milikku. Ingin rasanya aku menikmati semuanya, tapi rasa bersalah benar-benar memakanku hidup-hidup. Hari demi hari, aku tetap mencari adikku tanpa henti. Suamiku tidak menghentikanku. Dia paham perasaanku.

Hingga pada tahun keempat pernikahan kami, aku pingsan dan jatuh sakit.

Bertahun-tahun hidup di pemukiman kumuh sebelum pernikahanku dan pencarianku setelahnya membuatku lemah. Terlalu lemah hingga titik tak dapat disembuhkan. Pada tahun itu, seluruh penghuni yang mencintaiku sibuk mengurus diriku yang begitu lemah, begitu rapuh. Suamiku yang seharusnya mempersiapkan ujian kenaikan pangkat malah menungguiku di samping tubuhku yang mendemam. Memegang tanganku dengan erat dan berdoa agar aku cepat sembuh.  Aku sungguh terharu dengan apa yang suamiku lakukan. Di lingkungan kerjanya, dia dikenal sebagai laki-laki yang dingin dan arogan, tidak pernah menunjukkan emosi, irit bicara,  dan selalu terlihat di suasana hati yang buruk. Begitu berbeda ketika dia di rumah, meskipun masih jarang sekali menunjukkan emosi, aku tahu dia terlihat berbeda.

Setiap kali aku datang menyambutnya pulang, senyum tipis selalu tersungging di wajahnya. Kata-katanya selalu menunjukkan kepeduliannya padaku, meskipun dia agak kesulitan mengungkapkannya. Seluruh gerak tubuhnya selalu mengarah padaku. Mata peraknya, yang kata bawahannya bisa membunuhmu dalam satu tatapan, selalu terlihat berkilau jika dia menginginkanku bersamanya. Semua hal itu cukup memberitahuku bahwa dia memang peduli padaku.

Penyakitku semakin memarah hingga hari peringatan tahun kelima pernikahan kami. Sebelum bunga sakura yang pertama mekar, aku merasa bahwa inilah saatnya.

Dia memegang tanganku erat-erat seperti orang yang akan jatuh ke jurang. Matanya begitu berkilau saat kuucapkan kata-kata terakhirku. Permintaanku hanya singkat, temukanlah adik kecilku. Aku telah mengabaikan adikku sehingga aku tidak pantas untuk dipanggil kakak olehnya, jadi tolong biarkan dia menganggapmu sebagai kakaknya. Jangan beritahu dia tentang aku, keluarganya yang sebenarnya. Berjanjilah padaku bahwa dalam diam, kau akan melindunginya apapun yang terjadi.

Aku minta maaf karena masih mengandalkanmu. Aku minta maaf karena tidak bisa membalas cinta yang telah kau berikan padaku. Lima tahun pernikahan kita, terasa bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan. Saat kuucapkan nama suamiku, ternyata itu adalah kata terakhirku. Pada saat itulah, aku sadar bahwa aku mencintainya begitu tulus. Namun, aku sudah terlambat. Dunia mulai menutup dengan tirai hitam yang kelam, saat kulihat cintaku menundukkan kepalanya sambil menahan tetesan air mata. Sebelum aku benar-benar meninggalkan dunia ini, dalam pikiranku aku berdoa.

Berilah aku kesempatan lagi.

Dunia pun akhirnya gelap di mataku.

<<<<<<<<<<


Tidak ada komentar:

Posting Komentar